Semak Hati
July 25, 2014
Pada mimpi yang
sebagian tak direstui,
atau pilihan setengah
hati yang diijabahi,
-kah hati harus
kutambatkan?
Kupekuri diri yang terbuai rayuan pakau.
Mengetawai rapuhnya keteguhan yang juga masih terhuyung bimbang yang tegap
mengembang. Rupa hati tak lagi penting bagaimananya. Lebih perlu kutahu
bagaimana senyum itu kentara, saat kulugurkan inginku atasnya. Biarlah. Sejatinya
orang bijak berkata cinta tak harus memiliki. Maka mungkin, bijaknya pula
kuinsafi diri dan berhenti merancau bertubi – tubi.
Adakalanya cinta harus dikebiri dan
dikulum jauh dalam nurani. Adakalanya mimpi tak jadi gegara yang ibu minta
lebih hakiki. Adakalanya membahagiakan orang tercinta menjadi utama, meski sakitnya
hati terus menjadi. Adakalanya melepaskan tumpuan dalam genggam, perihal tak
ingin jatuh sendiri. Adakalanya keinginanku terhalang kebutuhan yang
terjanjikan di kemudian hari. Adakalanya kemauanku harus menunggu untuk
dipenuhi.
Ibarat burung lepas akan kembali ke
sarangnya. Aku tau di bilikmu yang lain masih penuh retas yang menganga. Tapi ingatlah
hati, sekarang bukan lagi saat menimang mana yang mana. Tapi tibalah derapmu
dibutuhkan untuk berubah. Jangan mengusiknya dulu. Genggamlah erat yang di tanganmu.
Bereskan puingan yang kemarin terserak. Percayalah, ketika strata ini purna,
maka disanalah pula engkau akan berada.
Hati, tercatat rapih janjimu
disana.
Pada bapak.
Disaksikan alam yang menasbihkan
amin untuknya.
0 comments