Melarat
July 26, 2014Kulihat disana peluh
mengalir pelan
Menuruni pipinya yang
terlihat mulai melipat usia
Matanya sedikit sayu,
mungkin lelah
Atau tak tidur menjaga
anaknya yang tiga biji
Si manggala yang
mendekur kelelahan
Di sampingnya meringkuk
seorang lain dengan perut terlilit jarit
Kukira ia kelaparan harus
sepiring singkong bertiga
Sementara yang bongkot
terlelap di pangkuannya
Dahinya tertempel kain
lusuh basah
Sesekali gigilannya
membuat anyaman bambu itu mengaduh tertahan
Jika aku menyipitkan
kelopak dan melihatnya lekat
Kudapati guratan keikhlasannya
merepetku rikat
Bias kepayahan yang
ditutupinya dengan seulas senyum
Juga pilunya hidup yang
tak sekalipun ia akui berat
Ia menepiskan
lunglainya badan dengan bersimpuh
Mengadu kepada sang
punya hidup dikala semuanya telah padam
Di waktu malam telah
merangkak di ujung kerinduan pada siang
Ia tak banyak berucap
dalam kidungnya
Cuma kepengin esok
manggalanya punya ganjalan perut sebelum berangkat
Juga yang tengah dan
bungsunya ada sisa jagung yang bisa
ditanak
Ia juga meminta agar
ditahankan hingga manggalanya tamat
Kasihan, sudah kelas
lima kalau harus mogok karena melarat
Juga supaya anak
tengahnya kuat melaju ke kelas empat
Dan bungsunya walau
hanya makan karak bisa tetap sehat
Kuhela air mataku yang
kutahan tapi terlambat
Kuaminkan dalam pedih
pintanya yang cuma sekerat
Semoga, kalaupun dunia
melemparnya dalam belahan pekat
Tapi bahagianya
bersambut kelak jika di akhirat
(Amin)
Laila, coba kau lihat!
0 comments