Kudengar gemericik senja di ujung ufuk
Menarikan riak gamangnya lembayung tumpuk
Mengekori seonggok hati yang kusut,
menantikan kabarmu yang hanya sepucuk
Terkadang malam lebih awal datang dan mencengkeram erat
Sementara aku belum siap dengan hujaman ranjau yang menjerat
Lantas aku hanya bisa pasrah, taklim dengan sepucuk ceritamu yang berat
Masih ada sepucuk!
Ya masih ada sepucuk darimu yang kutunggui hingga bulan berserat
Adakah kau merasakan sepucuk loncatan rindu yang kukirimkan dari sini?
Kini malamku di derai hujan tak kunjung henti,
Hujan dari angkasa yang membasahi lengas rinduku yang mulai kering
Juga hujan kolam mata yang asat karena lamanya kau tinggali pergi
Saat kau tak disini, hanya ada sepucuk demi sepucuk yang kurajut berteman sepi
Lantas menitipkannya pada segumpal awan yang melihatmu di suatu tempat barangkali
Adakah kau menerima sepucuk rajutan itu?
Adakah kau sebenarnya telah menerima dan hendak membalasnya?
Masih adakah sepucukmu sampai di telaga yang hilang di telan malam itu?