Berawai-ku

August 18, 2014


  Kejutan itu rapuh dan berair mata. Jika dulu aku menyukainya maka biarlah sekarang aku yang menikamnya. Jika dulu aku berusaha melakukannya maka sekarang akulah yang akan melupakannya --"

Aku terlalu memaksakan diri mungkin. Memaksakan sembuh. Memaksakan ijin. Memaksan tangisan itu menjadi ajakan. Dan tentu memaksakan waktu juga, kamu.

Tapi sungguh, aku tak pernah punya alasan lain yang lebih real selain menjawab perasaanku sendiri. Kenapa aku berada disana. Terhuyung kelaparan. Berapa jarak yang ku tempuh. Berapa waktu yang kuhabiskan dalam kendaraan itu. Dan hanya satu yang kutuju. Aku ingin memberimu kejutan. Sederhana. Bahagia. Setidaknya itu menurutku saja.

Hingga,
Derum yang melelahkan ini berhenti. Pada pemberhentian yang biasanya. Dengan debu yang masih sama. Dan pengapnya juga masih sama. Kamu juga. Eh, enggak. Ada yang beda. Perasaanku beda. Yang biasanya sekedar salam itu meluruhkan seluruh luka. Maka hari ini. Jangankan itu, belum belum aja sudah deadline dikata. Aku merutuk. Hatiku runtuh. Dan rasanya aku pengen pulang saat itu juga. Dan kalau tak gegara ada fatkul jua, kembal kembali aku. 

Iya, mungkin salahku yang tak bicara apapun soal ini. Tp apa iya kejutan harus bilang? Kalaupun yang semalam bukan kalimat itu yang terucap. Aku tak akan. Tak akan merelakan badanku yang belum beneran fit ini keluyuran segitu jauh bawa momongan pula. Ah sudahlah. 

Belum sampai disitu puncaknya. Puncaknya adalah karnivalnya sendiri aku di tengah hiruk pikuk senja yang berganti malam. Petentengan gendongin si fatkul tentunya juga. Keroncongan belum makan karena berangkat kesiangan dan sampai dibiarkan. Ah sudah lah. Aku tentu tidak semuanya benar. Salahku juga kenapa harus memberi kejutan. Salahku juga. Salahku sajaa –“

Ya wal hasil. Kaki melepuhnya dibawa pulang lagi. Naik bis dua setengah jam lagi. Dan sekarang ditambah air mata yang mengaliri guratan pipi.

Terima kasih.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Wreda Entri 🤡

Seracik Sakalangkong

Ayunan derap melintasi anakan tangga Menyusuri celah kusamnya debu kelas pada kaca Menerjang pekatnya tangis dalam tawa Mengijab...

Like us on Facebook

Flickr Images

Instagram