Jodoh (bukan lagi) Orang Bilang
August 24, 2016
Sepisau
rindu mungkin memang tak cukup mampu untuk menekuri rekahan yang memisahkan
kita. Benar bahwa dibutuhkan suatu toleransi seperti kataku waktu itu. Aku
berhasil terdiam di tempatku untuk memberinya ruang berfikir. Mendoakan segala
kemungkinan, hingga cinta dalam dada itu muncul kembali. Pada kenyataannya
memang iya, sekeras apapun amarah memberontak, ia pasti akan tetap kalah telak.
Dan jika engkau tau, hari ini di tempat yang kurindukan, kita kembali. Serpihan
karakter kita yang terburai waktu kembali terekat, mencuat sesempurna pelangi
pagi. Hati, terima kasih karena telah sabar menunggui waktu mengguliri.
Biar kuceritakan
tentang puzzleku yang pertama, puzzle bu dokterku. Dia adalah satu bagian yang merujung
rinduku setiap waktu. Yang menyayat paling dalam ketika rekatannya lepas. Dan bergeming
paling lama dari semua mudcrack ini. Orang
bilang jodoh namanya ketika terlupakan diingatkan kembali. Nyatanya setelah
meretas toleransi dengan segaung waktu kita kembali. Mungkin waktu itu memang
perekat hati yang kusiapkan belum matang, belum kering benar. Hingga perekat
itu tak cukup mampu membuatnya lekat karena basah hanya membuatnya semakin
cekat. Apapun juga, dia masih tetap floemku dan aku selalu menjadi xilemnya.
Kita masih menyukai mi ayam yang sama. Aku masih berderak di belakangnya saat
pangeran berkudanya ada diantara kami semua.
Hadiah memang
selalu manis, layaknya kalian penabur gula. Riuh rendah rendah merasuki lidah,
menyentuh labia menempelkan manismu disana. Kemudian semacam penata cara,
masing-masingmu menampilkan celotehan beraneka rupa. Menawarkan sebongkah katup
berisi penuh rasa suka padaku. Terima kasih, karena telah mewujudkan ego hati
hingga kita ber-jodoh- tak hanya ilusi.
Ngawi, 24 Agustus 2016
Benteng Van de Bosch, Dempel,
Salur Gerih
0 comments